Friday, March 11, 2016

22

Jam 8 pagi ini aku berusia 22 tahun.

.

Suatu hari, seorang teman kantor membuka pertanyaan umum di obrolan kami, "Dalam benakmu, kamu sadarnya kamu umur berapa?" Diantara kami, tidak ada yang menjawab sesuai umurnya, rata-rata menjawab empat atau lima tahun lebih muda.

Ternyata aku tidak sendirian merasa belum tua.

.

Soal kedewasaan, mungkin umuranku ini masih perlu diuji, sampai orang seumuranku ini cukup percaya diri untuk bilang umurnya memang betul dua puluh dua tahun, secara fisik dan mental.

.

Saat masuk dunia kerja, aku pernah takut kehilangan segala keunikanku yang aku banggakan. Aku takut terbawa arus, kehilangan jati diri karena tidak bisa se-quirky dulu lagi. Aku tidak bisa berpakaian warna bertabrakan, karena takut jadi bahan omongan. Aku sekarang sulit menemukan teman diskusi yang luas ilmunya dan berpikiran terbuka. Aku takut kehilangan kenyamanan atas diriku sendiri.

Namun, ternyata semuanya tidak semenakutkan itu. Walaupun juga tidak semudah itu untuk menjaga pendirian dan identitas diri serta membawa mereka sebagai bekal mengambil keputusan-keputusan besar dalam hidup.

Aku yakin, sejauh apapun keputusanku mengantarku pergi berpetualang, sebagian diriku yang unik, carefree, dengan segala pandangannya tentang hidup yang membuatku seperti ini, akan masih ada dalam diriku untuk mengantarku "pulang" ke karakterku sendiri, seperti lagu Nicole Zefanya yang berjudul Little Souls.

.

Tentang perayaan ulang tahun, aku terlahir dengan keluarga yang selalu memberikan kasih sayang yang utuh, alhamdulillah. Ditambah dengan keadaan sebagai anak terakhir dan perempuan satu-satunya, perhatian yang diberikan selalu lengkap, termasuk di dalamnya untuk merayakan ulang tahunku.

Satu hal mengenai merayakan ulang tahun dan mengucapkan selamat ulang tahun yang membuatku berpikir untuk akan selalu merayakannya untuk orang-orang terdekat: aku ingin orang-orang terdekatku merasa disayangi, disyukuri kehadirannya di bumi, agar ia bisa menjalani hidup dengan bahagia. Bukan sekedar ajang silaturahmi (ini alasanku tahun lalu, tentang kenapa harus merayakan ulang tahun yang setelah kupikir tidak cocok-cocok amat jadi latar belakang utama), atau berfoya-foya atau pesta pora.

Perayaan kelahiran tak perlu mewah, cukup dengan orang terdekat, untuk mensyukuri kehadiran seseorang di bumi, untuk mengingatkan ke dirinya sendiri, bahwa ia adalah ciptaan Tuhan yang berharga, umurnya adalah countdown, dia pasti bisa melakukan hal berharga untuk dunia di sisa umurnya. Bayangkan jika hal tersebut sudah dipatrikan dalam pikiran anak-anak kecil.

Setelah dua puluh tahun lebih mendapatkan hal seperti itu, aku merasa sangat berkecukupan dalam mendapatkan kasih sayang dari orang terdekat, alhamdulillah ya Allah. Dengan kecukupan itu, aku merasa di umur ini tidak perlu lagi ada perayaan macam-macam, kalau orang mendoakan aku akan sangat-sangat berterima kasih, kalau orang tidak tahu ya nggak apa-apa.

Ulang tahun ke dua puluh plus-plus membuatku merasa harus membagikan kasih sayang berlebihan yang aku punya ke orang lain yang membutuhkan. Aku ingin bermanfaat untuk orang sekitar.

.

Untuk berani bilang aku berumur dua puluh dua tahun secara mental, aku perlu membuktikan diriku sendiri, mencari ujian-ujian dan tantangan, mengambil keputusan besar dalam hidup, bermanfaat untuk agama, negara, dan dunia. Aku ingin hidupku tidak sekedar hidup. Aku ingin hidupku bahagia karena melakukan hal yang bermakna untuk orang sekitarku.


Bismillahirahmanirahim.

Selamat ulang tahun, aku.

No comments: